Rabu, 01 Desember 2010

Menyentuh Wanita Bukan Muhrimnya Membatalkan Wudhu

Sebagian madzhab berpendapat bahwa menyentuh wanita non-muhrim tidaklah membatalkan wudhu berdasarkan hadits:

Rasulullah mencium salah satu dari istrinya kemudian shalat dan tanpa mengulangi wudhu.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits No. 170)

Demikian pula hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya, “Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah dari tempat tidur, (tatkala meraba-raba mencarinya) maka aku menyentuhnya, aku letakan tanganku pada telapak kakinya yang ketika itu beliau berada di masjid dalam posisi sujud dengan menegakkan kedua telapak kakinya.” (HR. Muslim dan Tirmidzi telah menshahihkan)

Jawaban Habib Munzir Al Musawa:

1. Hadits yang pertama.

a. Didha’ifkan oleh Imam Bukhari, dan kita memahami bahwa jika suatu hadits dikatakan shahih oleh beberapa muhaddits, lalu ada satu yang mengatakannya dhoif, maka hadits itu bukan lagi hadits shahih, dan yang lebih dari itu, bahwa yang mendhoifkan adalah Imam Bukhari, dan Imam Bukhari adalah rujukan tertinggi dari seluruh Imam Ahli Hadits.

روى ابو داود والنسائي وغيرهما عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقبل بعض أزواجه ثم يصلي ولا يتوضأ . نقل الترمذي عن البخاري ” وهذا لا يصح ولا نعرف لابراهيم التيمي سماعا من عائشة وليس يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم في هذا الباب شيئ ” وروى الحديث احمد وابوداود والترمذي وغيرهم عن الاعمش عن حبيب بن ابي ثابت عن عروة عن عائشة ، وحكى الترمذي عن علي بن المديني قال : ضعف يحيى بن سعيد القطان هذا الحديث وقال : هو شبه لا شيئ ” وقال الترمذي : سمعت البخاري يضعف هذا الحديث وقال : حبيب بن ابي ثابت لم يسمع من عروة ” وقال ابن ابي حاتم في العلل 1/48 : وسمعت ابي يقول لم يصح حديث عائشة في ترك الوضوء في القبلة يعني حديث الاعمش عن حبيب عن عروة عن عائشة ” وكذا أنكره ابن معين كما في تاريخ الدوري 2925

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’iy dan lainnya, dari Aisyah ra, bahwa Sungguh Nabi saw mencium diantara istri istrinya dan shalat tanpa berwudhu, maka dijelaskan oleh Imam Tirmidziy dari ucapan Imam Bukhari bahwa hadits ini tidak shahih, berkata Imam Bukhari : bahwa kami tidak menemukan bahwa Ibrahim Attaymiy mendengarnya dari Aisyah ra, maka tidaklah shahih hadits ini kepada Nabi saw dalam pembahasan ini pun!”,

Dan diriwayatkan pula hadits ini dari Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam Tirmidzi dan lainnya, dari A’masy, dari Hubaib bin Abi Tsaabit, dari Urwah, dari Aisyah ra, dan dihikayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ali bin Almadaniy, didhoifkan oleh Yahya Al Qattan akan hadits ini, ia berkata hadits ini seakan tiada (tidak menjadikan suatu patokan hukum karena dhoif).

Dan berkata Imam Tirmidzi : kudengar Imam Bukhari mendhoifkan hadits ini, Imam Bukhari berkata bahwa Hubaib bin Tsabit tidak mendengarnya dari Urwah!”.

Dan berkata Imam Ibn Abi Hatim dalam kitabnya Al Ilal : kudengar ayahku berkata bahwa tidaklah shahih hadits Aisyah ra dalam meninggalkan wudhu saat mencium, yaitu hadits Al A’masy dari Hubaib, dari Urwah, dari Aisyah.

Demikian pula (hadits ini) dipungkiri oleh Imam Ibn Mu;in sebagaimana dijelaskan pada Taarikh Addauriy 2925. (Arsyif Multaqa Ahlul hadits Juz 1 hal 9974).

b. Pendapat lain tentang hadits dhoif itu bahwa ia hadis mansukh, karena menurut Imam Syafii hadits itu adalah sebelum turunnya ayat Aw Laamastumunnisa. (QS Annisa 43 dan QS Almaidah 6).

Maka walau pun seandainya hadits itu shahih maka ia telah digantikan hukumnya (mansukh) jika kemudian turun ayat yg merubahnya, sebagaimana ayat Alqur;an pun ada yg mansukh dengan ayat yg turun kemudian. Apalagi jika hadits itu sudah didhoifkan oleh Imam Seluruh Ahli hadits, yaitu Imam Bukhari.

c. Pendapat lain mengatakan hadits itu adalah kekhususan bagi Nabi saw dan tidak untuk ummat, sebagaimana beliau saw menikah lebih dari 4 istri.

2. Hadits yang kedua.

Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi dalam kitabnya syarah Nawawi ala shahih Muslim :

اِسْتَدَلَّ بِهِ مَنْ يَقُول لَمْس الْمَرْأَة لَا يَنْقُض الْوُضُوء ، وَهُوَ مَذْهَب أَبِي حَنِيفَة رَضِيَ اللَّه عَنْهُ وَآخَرِينَ ، وَقَالَ مَالِك وَالشَّافِعِيّ وَأَحْمَد رَحِمَهُمْ اللَّه تَعَالَى وَالْأَكْثَرُونَ : يَنْقُض وَاخْتَلَفُوا فِي تَفْصِيل ذَلِكَ ، وَأُجِيبَ عَنْ هَذَا الْحَدِيث بِأَنَّ الْمَلْمُوس لَا يُنْتَقَض عَلَى قَوْل الشَّافِعِيّ رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى وَغَيْره ، وَعَلَى قَوْل مَنْ قَالَ يُنْتَقَض وَهُوَ الرَّاجِح عِنْد أَصْحَابنَا يُحْمَل هَذَا اللَّمْس عَلَى أَنَّهُ كَانَ فَوْق حَائِل فَلَا يَضُرّ .

“berdalilkan orang yg berkata bahwa menyentuh wanita tidak batal wudhu, dan ia adalah madzhab Abu Hanifah (Imam hanafi), dan berkata Imam Malik, dan Imam Syafii, dan Imam Ahmad dan kebanyakan lainnya bahwa sentuhan itu membatalkan wudhu.

Dan beliau juga menjelaskan pada halaman yg sama bahwa yang dimaksud hadits itu adalah bersentuhan dengan dibatasi kain, maka tidak membatalkan. (Syarah Nawawi ala shahih Muslim). Wallahu a’lam

Tambahan:

Terdapat riwayat shahih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa “sentuhan” itu selain jima’.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap sentuhan adalah dengan menggunakan tangan atau anggota-anggota tubuh lainnya serta mewajibkan wudhu terhadap setiap sentuhan suatu anggota tubuhnya (laki-laki) dengan suatu anggota tubuhnya (wanita).

Kemudian dia berkata : Ibnu Basyar telah bercerita kepada kami : Abdurrahman telah bercerita kepada kami : Sufyan telah bercerita dari Mukhoriq dari Thariq dari Ibnu Mas’ud berkata, “al lams bukanlah jima’”.

Diriwayatkan dari berbagai jalan dari Ibnu Mas’ud seperti itu. Diriwayatkan dari hadits al A’masy dari Ibrahim dari Abu Ubaidah dari Abdullah bin Mas’ud berkata,”Ciuman adalah bagian dari menyentuh yang mengharuskan berwudhu (lagi).”

Yahya meriwayatkan dari Malik bahwa ia mendengar bahwa Abdullah bin Mas’ud telah mengatakan, “Wudhu diperlukan jika seorang pria mencium istrinya.” [Al-Muwaththo']

Dia berkata : Yunus telah bercerita kepadaku : Ibnu Wahab telah memberitahu kami : Ubaidillah bin Umar telah memberitahu kami dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar berwudhu setelah mencium istrinya. Dan dia melihat bahwa mencium mengharuskan berwudhu (lagi) lalu dia mengatakan bahwa hal itu adalah bagian dari menyentuh.

Diriwayatkan dari Abu Hatim dari Ibnu Jarir juga dari jalan Syu’bah dari Makhariq dari Thariq dari Abdullah (bin Mas’ud) berkata,”yang dimaksud dengan menyentuh bukanlah jima’.” (Tafsir al Qur’an al Azhim juz II hal 314 – 315)

Yahya meriwayatkan dari Malik dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah bahwa ayahnya Abdullah bin Umar pernah berkata, “Seorang laki-laki yang mencium istrinya dan membelai dia dengan tangannya maka itu merupakan bagian dari menyentuh. Seseorang yang mencium istrinya atau membelainya dengan tangannya harus melakukan wudhu.” [Al-Muwaththo']

Tidak ada komentar:

Posting Komentar