Senin, 25 April 2011

Analisa Kesalahan Berbahasa Sehari-hari

(OVIE DAN TIMMY)

“ Temani aku ke mall yuk, Mon!” Ovie buru – buru menjejeri langakahku begitu jam pelajaran terakhir berakhir.

“ Biasanya kamu paling males keluyuran, tapi akhir – akhir ini, kok….”

“ Iya, Vie, wajah kamu juga mendung melulu. Minum Sustagen Vitness, dong!” Ryan yang jalan di sebelahku ikut angkat bicara.

Ovie langsung cemberut. “ Kalau tidak mau menemaniku, ya sudah!” katanya sambil menjauh. Tapi aku buru – buru menarik lengannya. “ Eh, tunggu dong, Non! Aku cuma Tanya, kenapa kamu berubah jadi pemarah sih, sekarang! Ada masalah dengan mamamu?” aku bertanya hati – hati. Ovie anak tunggal. Di rumah, dia kesayangan papa dan mamanya. Tapi mungkin saja kalau sesekali dia berantem sama mamanya“ Bukan karena Mama, Mon, tetapi Timmy….”

“Timmy? Ada apa dengan Timmy?”

“ Timmy hilang, Mon!” kali ini Ovie menjawab sambil terisak.

“ Astaga, sudah lapor ke polisi, Vie?” aku segera mengedipkan mata pada Ryan, sebagai isyarat agar dia tutup mulut. Tetapi anak itu tidak tahu aturan, dia teru nyerocos, “ aku mau bantu deh mencarinya. Bener! Begini – begini kan aku punya bakat detektif. Tetapi ngomong – ngomong Timmy itu siapa, Vie? Saudaramu, ya ?”

Ovie memandang Ryan penuh harapan. “ Bener kamu bisa bantu aku, Ryan? Timmy itu anjing kesayanganku. Dia hilang waktu berjemur hari Sabtu lalu. Biasanya sehabis berjemur dia pasti pulang ke rumah…..”

“ Apa…..Vie? Timmy anjingmu? Oh, cuma anjing toh, Vie?” Ryan garuk – garuk kepala. Dengan entengnya dia mengangkat bahu, “ Gue pikir adik loe. Kok, repot – repot gitu, Vie. Pake sedih segala. Sudah deh, beli aja yang baru….”

Aku tidak dapat menahan lidah Ryan. Dia tidak tahu ucapannya berpengaruh besar bagi Ovie yang pecinta anjing. Bagi Ovie, Timmy adalah temannya yang terbaik. Sahabatnya di kala suka dan duka. Dan Ryan tidak tahu hal itu.

Ovie lari meninggalkan kami berdua. Dia tak berkata apa – apa lagi. Cuma tertangkap olehku sejuta kebencian di matanya ketika memandang Ryan. Oh, gawat! Belum lagi airmatanya yang berleleran di wajahnya.

“Kamu sih, nggak tahu perasaan orang! Bagi kamu, anjing seperti Timmy memang tidak berarti apa – apa. Tapi bagi Ovie yang anak tunggal, Timmy itu sangat berarti, tahu! Terang saja dia jadi sedih setengah mati ketika Timmy hilang. Dia tidak punya temna lagi sekarang dirumah. Apalagi Timmy dipeliharanya sejak kecil, sejak lima tahun yang lalu….” Kataku sewot pada Ryan.

Sudah dua hari Ovie menghindari aku dan Ryan. Ryan kelihatan menyesal sekali. menggemaskan, deh!

“ Aduh, Ryan makasih ya….”

Ryan mengangkat alisnya. “ Maaf, Mona. Anak anjing itu untuk Ovie. Aku betul – betul merasa bersalah karena telah menyakiti hatinya.

Untuk sesaat aku terpana melihat wajahnya. Tak pernah kulihat Ryan segundah ini. Ah, jangan – jangan…..” Kamu naksir Ovie, Ryan?” tebakku langsung.

Plasssssh! Wajah Ryan memerah. Jadi, jadi dugaanku benar! Tak mungik Ryan akan sepeduli itu pada Ovie kalau dia tak ada hati. Ohh…. Tiba – tiba saja entah kenapa aku merasa sedih. Sedih sekali. kupikir kedekatanku dengan Ryan selama ini…..

“ Sungguh mati, aku tak ada apa – apa dengan Ovie. Aku cuma kasihan padanya. Dia telah mengajarkan aku sebuah arti persahabatan. Ungkapan “ anjing adalah sahabat manusia terbaik” ternyata benar. Selama ini aku telah menyepelekan sosok seekor anjing. Seperti juga kedekatanmu selama ini dengan Gugi, Boni, dan anjing – anjing lain kesayanganmu itu. Padahal…….padahal sih, sebetulnya aku cemburu berat pada mereka,Mona?”

Alamak ! Ucapan Ryan membuat aku menganga. Betulkah Ryan padaku?

Analisisnya : menurut saya cerita yang disajikan kurang menarik. Karena dalam cerita ini hanya membahas tentang temannya yang kehilangan anjing kesayangannya.

akan tetapi cerita yang disajikan patut kita contoh dimana cerita ini menceritakan tentang sosok seekor anjing yang sangat berperan penting bagi kehidupan manusia dikala suka dan duka…..cerita ini mengajarkan kita akan makna sebuah persahabatan yang tersirat yang tidak bisa dapat di ungkap dengan kata – kata…… di dalam cerita ini menceritakan tidak hanya manusia yang bisa dijadikan teman akan tetapi anjing juga bisa menjadi sahabat terbaik dan terbesar bagi manusia…. Kekurangannya disini adalah kata – katanya banyak yang agak lebai gitu contohnya seperti sungguh mati, astaga dan ucapan yang bisa membuat aku menganga…..

LAPORAN

LAPORAN

BAB I Pengertian Laporan

Laporan merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian laporan menurut F X Soedjadi mendefinisikan sebagai berikut:

- Suatu bentuk penyampaian berita,keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun tulisan dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang ( authority ) dan tanggung jawab ( responsibility ) yang ada antara mereka.

-salah satu cara pelaksanaan komunikasi dri pihak yang satu kepada pihak yang lain.

Manfaat Laporan bagi perusahaan:

  1. merupakan perwujudan dari responsibility pelapor terhadap tugas yang di limpahkan.
  2. sebagai alat untuk memperlancar kerjasama dan koordinasi maupun komunikasi yang saling mempengaruhi antara perseorangan dalam organisasi.
  3. sebagai alat untuk membuat budgeting ( anggaran ), pelaksanaan, pengawasan, pengendalian maupun pengambilan keputusan.
  4. sebagai alat untuk menukar informasi yang saling dibutuhkan dalam pekerjaan.

BAB II SISTEMATIKA LAPORAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah – berisi alasan
dilakukannya penelitian,
yaitu ketidakpuasan yang dirasakan oleh
peneliti, kemudian adanya dorongan untuk
melakukan penelitian.
B. Identifikasi Masalah, berisi hal-hal yang
diperkirakan menjadi penyebab timbulnya
situasi ketidakpuasan.
C. Rumusan Masalah, berisi informasi apa saja
yang diinginkan oleh peneliti untuk diketahui
melalui pengumpulan data.
D. Tujuan Penelitian, berisi gambaran tentang hasil
yang diperoleh dari penelitian. Kesalahan umum
yang diperbuat peneliti adalah bahwa tujuan
penelitian sudah menyebut untuk memecahkan
masalah atau ketidakpuasan. Uraian seperti ini
salah.
E. Manfaat Hasil Penelitian, yaitu pihak-pihak yang
akan beruntung karena dapat memanfaatkan
hasil penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini peneliti menuliskan teori-teori yang
diperlukan untuk mendukung keterlaksanaan
penelitian. Kebanyakan pengawas merasa bahwa
kajian pustaka untuk mencari dukungan teori ini sulit sekali dan bahkan tidak terbayang dapat melakukan
penelitian karena takut harus mencari dukungan
teori.
Teori yang dibutuhkan tidak sulit. Selama kita
bekerja dengan dan dalam lingkungan manusia,
teori yang diambil harus yang terkait dengan sifat-
sifat alami manusia. Seperti contoh kita, karena alas
an yang menjadi penyebab timbulnya ketidakpuasan
ada dalam diri manusia, dicarilah teori yang terkait
dengan andragogi, yaitu ilmu tentang manusia
dewasa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek yang diteliti dan rinciannya, bukti-bukti
yang terkait
B. Sumber data dari mana informasi tentang objek
yang diteliti dapat diambil. Dari penjelasan
tentang sumber data, barulah peneliti dapat
menentukan populasi dan sampel.
C. Metode dan instrmen pengumpulan data. Jika
pengawas merasa kesulitan menyusun angket,
pengumpulan data dapat dilakukan dengan
wawancara atau pengamatan.
D. Metode analisis data, yaitu mengolah informasi
yang diperoleh. Bagian ini juga sering ditakuti
oleh peneliti, karena mengira bahwa analisis
data harus menggunakan rumus-rumus statistic.
Perkiraan seperti itu tidak benar. Analisis data
dapat dilakukan hanya dengan persentase atau
jumlah dan rata-rata, yang dapat dilakukan
dengan cara yang mudah sekali. Yang penting
adalah bahwa analisis data harus dilakukan
mengarah pada rumusan masalah, karena hasil
analisis akan menjawab rumusan masalah.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian tidak harus disajikan secara
panjang lebar. Yang penting ada sajian data, hasil
analisis dan hasil analisis, kemudian ada
pembahasan atau ulasan yang menjelaskan hasil
pemikiran peneliti tentang data yang diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab V atau bab terakhir ini pengawas
menyampaikan hasil yang diperoleh di bab IV secara
singkat, terutama harus diusahakan agar kalimat-
kalimat dalam kesimpulan ini merupakan jawaban
dari kalimat-kalimat dalam rumuan masalah bab I
nomer C.

BAB III. Perbedaan Laporan Resmi dan Tidak Resmi

Berikut beberapa penjabaran perbedaan antara Laporan Resmi dan proposal Tidak resmi :
Laporan resmi :
A. Dibuat untuk keperluan yang bersifat resmi.
B. Digunakan untuk melaporkan sesuatu sesuatu yang bersifat formal/resmi.
C. Ditujukkan kepada pihak berinstansi resmi/organisasi resmi.
D. Keperluan penyampaiannya segera( Mendesak )
Laporan tidak resmi :
A. Non resmi ( Formal )
B. Ditujukkan kepada pihak – pihak tak resmi,( secara langsung ).
C. Disampaikkan kapan saja tergantung pihak yang membutuhkan.

BAB IV Contoh Laporan

Contoh Laporan Tentang HIV/AIDS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan.
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah HIV / AIDS dan petunjuk pencegahan HIV / AIDS.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak kekurangannya.
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang HIV / AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit berbahaya tersebut.
Akhirnya kepada Allah jualah penulis mohon taufik hidayah, semoga usaha kami ini mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat ridho dari Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

Tangerang, 16 September 2007

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Perumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
D. Metode Penulisan 2
E. Sistematika Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

BAB III PENUTUP 4
A. Saran 4
B. Kesimpulan 4

DAFTAR PUSTAKA 5
BAB I
PENDAHULAN

A. Latar Belakang Masalah
Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang menyeramkan tentang HIV/AIDS. Penyebrangan AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekrang sudah ada disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit yang saat ini belum bisa dicegah dengan vaksin. Tapi kita semua tidak perlu takut. Jika kita berprilaku sehat dan bertanggung jawab serta senantiasa memegang teguh ajaran agama, maka kita akan terbebas dari HIV/AIDS.

B. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah yang dapat penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah penyebab AIDS itu ?
2. Bagaimana cara penularan HIV / AIDS ?
3. Bagaimana pandangan 5 agama di Indonesia tentang HIV / AIDS ?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
Secara terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui penyebab AIDS serta bahaya yang ditimbulkan.
2. Mengetahui cara pencegahan HIV / AIDS.
3. Mengetahui pandangan 5 agama di Indonesia tentang HIV / AIDS.

D. Metode Penulisan
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan penulis mempergunakan metode observasi dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik Wawancara
Tujuan dari teknik wawancara ini adalah agar diperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kasus yang dibahas. Repondennya meliputi beberapa kaum pendidik yang penulis anggap cukup mengerti tentang masalah ini.

2. Studi Pustaka
Pada metode ini, penulis membaca buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.

3. Internet
Pada metode ini penulis, juga mencari materi yang berhubungan dengan penulisan ini din internet.

E. Sistematika Penulisan
Pada makalah ini, penulis akan menjelaskan hasil makalah dimulai dengan bab pandahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Pada bab kedua, penulisan akan memaparkan data yang diperoleh dan membahasnya satu persatu terutama yang berkaitan dengan HIV / AIDS.
Bab ketiga merupakan bab penutup dalam makalah ini. Pada bagian ini penulis menyimpulkan uraian sebelumnya, dan memberikan saran agar kita terhindar dari penyakit HIV / AIDS.

BAB II
PEMBAHASAN

HIV ialah merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS.§
§ AIDS ialah merupakan singkatan dari Acquired Immunideficiency Syndrome adalah kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh.

1. Apakah penyebab AIDS itu ?
AIDS disebabkan oleh virus yang namanya HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang merusak system kekebalan tubuh manusia. Akibatnya tubuh menjadi rentan terhadap serangan penyakit.
2. HIV / AIDS dapat ditularkan melalui 3 cara yaitu :
Hubungan seks bebas yang tidak terlindung, dengan orang yang telah terinfeksi HIV / AIDS.§
Tranfusi darah atau penggunaan jarum suntik secara bergantian.§
Ibu hamil penderita HIV / AIDS kepada bayi yang dikandungnya.§
3. Menurut pandangan 5 agama di Indonesia, tentang AIDS. AIDS memang salah satu penyakit buruk jika dipandang dalam agama. Karena penularan HIV / AIDS sendiri memang melalui cara yang dilarang agama. Salah satunya HIV / AIDS ditularkan melalui hubungan seks bebas. Seks bebas sendiri dilarang dalam agama.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut pandangan agama HIV / AIDS itu buruk, karena penularan pun terjadi melalui cara yang dilarang oleh agama. Salah satunya HIV / AIDS ditularkan melalui hubungan seks bebas.

B. Saran
Agar kita semua terhindar dari AIDS, maka kita harus berhati-hati memilih pasangan hidup, jangan sampai kita menikah dengan pasangan yang mengicap HIV / AIDS, karena selain dapat menular kepada diri kita sendirim juga dapat menular kepada janin dalam kandungan kita. Kita juga harus berhati-hati dalam pemakaian jarum suntik secara bergantian dan tranfusi darah dengan darah yang sudah terpapar HIV.

DAFTAR PUSTAKA
sumber: – Sistematika LAPORAN PENELITIAN

http://id.shvoong.com/social- sciences/sociology/2114716-sistematika-laporan-penelitian/#ixzz1I6P1lvoH

- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/pengertian-laporan/

- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/tugas-softskill-laporan/

- http://yudhim.blogspot.com/2008/01/contoh-laporan-tentang-hivaids.html

PROPOSAL

Definisi Proposal
Proposal adalah rencana kerja yang disusun secara sistematis dan terinci untuk suatu kegiatan yang bersifat formal.
· Jenis-Jenis Proposal
Berdasarkan bentuknya, proposal dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: proposal berbentuk formal, semiformal, dan nonformal. Proposal berbentuk formal terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: 1) bagian pendahuluan, yang terdiri atas: sampul dan halaman judul, surat pengantar (kata pengantar), ikhtisar, daftar isi, dan pengesahan permohonan; 2) isi proposal, terdiri atas: latar belakang, pembatasan masalah, tujuan, ruang lingkup, pemikiran dasar (anggapan dasar), metodologi, fasilitas, personalia (susunan panitia), keuntungan dan kerugian, waktu, dan biaya; 3) bagian pelengkap penutup, yang berisi daftar pustaka, lampiran, tabel, dan sebagainya.
Proposal semiformal dan nonformal merupakan variasi atau bentuk lain dari bentuk proposal formal karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu atau tidak selengkap seperti proposal bentuk formal.
· Isi Proposal
Jenis dari isi proposal ada dua, seperti yang diatas adalah isi proposal yang berbentuk kompleks, dan yang sederhana meliputi: nama kegiatan (judul), dasar pemikiran, tujuan diadakannya kegiatan, ruang lingkup, waktu dan tempat kegiatan, penyelenggara (panitia), anggaran biaya, dan penutup.

· Ciri-Ciri Proposal
1. Proposal dibuat untuk meringkas kegiatan yang akan dilakukan
2. Sebagai pemberitahuan pertama suatu kegiatan
3. Berisikan tujuan-tujuan, latar belakang acara
4. Pastinya proposal itu berupa lembaran-lembaran pemberitahuan yang telah di jilid yang nantinya diserahkan kepada yang punya acara
5. dan lain-lain yang sulit untuk dijelaskan (dicari).

Sistematika Proposal

Sistematika penulisan Proposal Tugas Akhir terdiri dari :

HALAMAN JUDUL (Contoh Lampiran 1)
Halaman judul berisi judul tugas akhir, logo Gunadarma, nama mahasiswa NPM, tulisan
Proposal Tugas Akhir, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
tahun
HALAMAN PENGESAHAN (Contoh Lampiran 2)
Halaman pengesahan berisi judul tugas akhir, tulisan halaman pengesahan, nama
mahasiswa, NPM, tulisan Proposal Tugas Akhir, Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan NPM, Nama dan tanda tangan pembimbing I dan II
DAFTAR ISI
Daftar isi dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara lebih rinci dari
sistematika Tugas Akhir. Oleh karena itu judul dan sub-sub judul yang ditulis
dalam daftar isi harus langsung ditunjukkan nomor halamannya.
I. Latar Belakang
Uraikan dengan jelas kesenjangan apa yang ada antara harapan dan kenyataan
dilapangan, sehingga penulis menganggap jika masalah tersebut tidak diteliti dan
dicarikan solusinya maka akan timbul masalah-masalah.
II. Tujuan
Uraikan tujuan yang diinginkan dari penelitian yang akan dilaksanakan
III. Manfaat
Manfaat penelitian adalah harapan/akibat/dampak positif yang ditimbulkan karena
selesainya penelitian yang dilaksanakan.
IV. Batasan Masalah
Batasan masalah berisi ruang lingkup tugas akhir, agar tidak terlalu melebar atau
terlalu kecil lingkup dalam pelaksanaan penelitian.
VI. Metodologi Penelitian
Uraikan metodologi penelitian yang dipakai untuk menyelesaikan masalah
penelitian, mulai dari tahapan awal sampai dengan selesai
VII. Tinjauan Pustaka
Memuat tinjauan singkat dan jelas atas pustaka yang mendasari bidang kajian.
Pustaka yang dipakai sebaiknya adalah pustaka yang terbaru yang relevan, baik
buku, jurnal atau bahan lainnya.
VIII. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi uraian aktivitas sesuai dengan metodologi penelitian,
alokasi waktu yang digunakan dan mou antara dosen – mahasiswa.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Tuliskan semua pustaka yang dipakai dalam proposal penelitian.
Proposal Tugas Akhir yang telah disetujui pembimbing I atau pembimbing II (jika ada)
dijilid langsung dengan menggunakan kertas bewarna kuning, dan lampirkan semua
Form (kesediaan membimbing, usulan TA, dan MoU)

Contoh Proposal

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Latar Belakang

Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal yang menyatakan bahwa pemerintah harus berupaya mencerdaskan siswa,untuk membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan anak-anak, sesuai dengan kurikulum pendidikan mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas pendidikan kota/kabupaten yang bertanggungjawab dibidang pendidikan untuk SD,SMP,SMA dan SMK dan Departemen yang
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mengacu pada standar nasional pendidikan dimaksudkan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengandung makna bahwa kurikulum dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan tujuan agar satuan pendidikan yang bersangkutan dapat mengembangkan kekhasan potensi sumber daya manusia dan daerah di sekitarnya. Hal ini merupakan implikasi dari perubahan kebijakan dari sentralisasi ke desentralisasi di bidang pendidikan. Perubahan ini menuntut adanya perubahan paradigma dalam membina satuan pendidikan. Pembinaan yang selama ini dilakukan secara terpusat dialihkan menjadi pendampingan terhadap masing-masing satuan pendidikan. Pendampingan yang dimaksud dilakukan melalui pemberian bimbingan dan bantuan teknis baik secara langsung maupun melalui layanan konsultasi secara online atau offline. Cakupan bantuan tersebut meliputi keseluruhan proses pengembangan kurikulum serta model-model pengimplementasianya. Pendampingan ini bertujuan untuk mendorong agar setiap satuan pendidikan mampu mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum secara mandiri. Sejalan dengan hal tersebut, Pusat Kurikulum menyediakan layanan profesional bagi satuan pendidikan, pembina dan tim pengembang kurikulum di daerah. Beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Pusat Kurikulum adalah: (1) mengembangkan model-model kurikulum tingkat satuan pendidikan yang disusun berdasarkan keragaman potensi, kondisi, kebutuhan daerah, satuan pendidikan dan peserta didik; (2) mengembangkan model-model penyelenggaraan kurikulum yang inovatif dan kurikulum layanan khusus, (3) layanan profesional agar setiap satuan pendidikan mampu mengembangkan kurikulum dan model-model tersebut dapat dijadikan contoh bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulumnya masing-masing. Dalam menyusun KTSP, satuan pendidikan dapat memilih tiga cara sesuai dengan kemampuan masing-masing: (1) membuat sendiri dengan berpedman pada panduan penyusunan KTSP yang disusun oleh BSNP, (2) Mengadaptasi, atau (3) mengadopsi model-model yang telah dikembangkan oleh Departemen pendidikan Nasional.
Untuk itu maka kami akan membuat bimbingan belajar.

1.2 TUJUAN KEGIATAN
Berdasarkan latar belakang tersebut.Maka tujuan dari kegiatan ini adalah bentuk:

a. Meningkatkan pretasi belajar siswa
b. Meningkatkan kecerdasan siswa
c. Membantu pemerintah dalam bidang pendidikan

2.8 RENCANA ANGGARAN KEGIATAN
Pemasukan
Pengeluaran
Perlengkapan (alat)
Sewa Ruangan
Tutor
Penggadaan modul
Transportasi
Keamanan
Kebersihan
Dokumentasi
Promosi
BAB II

TENTANG KEGIATAN

2.1 NAMA KEGIATAN

Adapun nama bimbingan belajar

2.2 TEMA KEGIATAN

Sedangkan tema kegiatan ini adalah :

“MENINGKATKAN KECERDASAN SISWA DENGAN METODE QUATUM LEARNING

2.3 JENIS KEGIATAN
BIMBINGAN BELAJAR

2.4 KRITERIA KEGIATAN

2.5 SASARAN
SISWA-SISWA SD,SMP, DAN SMA

LEMBAR PENGESAHAN

No.
NAMA
JABATAN
TANDA TANGAN
1
PEMILIK

2
DINAS PENDIDIKAN

3

4
2. 6 SUSUNAN PANITIA

Pelindung :
Penanggung jawab :
Ketua Pelaksana :
Wakil Ketua :
Sekretaris 1 :
Sekretaris 2 :
Bendahara :
Koordinator kegiatan
2.7 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAAN
Hari dan tanggal :
Waktu :
Tempat :

BAB IV
PENUTUP

Demikianlah proposal ini,kami buat. Mohon kerjasamanya

Source :

http://indonesialanguage.blogspot.com/2008/03/materi-bahasa-indonesia_07.html

Selasa, 12 April 2011

Penggunaan Bahasa Indonesia Terkait Dengan Proses Penalaran

1. Penalaran Definisi

Setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri. Bobbi Deporter (1992) menyebutkan hal itu sebagai unsur modalitas belajar. Menurutnya ada tiga belajar pada tiap diri siswa dimana tiap orang memiliki kecenderungan terhadap salah satunya. Ketiga hal itu adalah visual, auditorial, dan kinestetis. Siswa yang memiliki kecenderungan visual akan cenderung belajar dengan cara melihat. Siswa dengan kecenderungan auditorial akan lebih tertarik untuk belajar dengan mendengarkan suara-suara. Sementara siswa dengan karakter kinestetis akan lebih tertarik untuk praktek dengan melakukan suatu kegiatan atau menyentuh secara langsung.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru dituntut untuk dapat memahami karakteristik belajar siswa sehingga siswa dapat belajar dengan gayanya masing-masing. Dalam pembelajaran konvensional, guru sering lupa memperhatikan hal ini. Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan Oleh Paulo Freire sebagai pemaksaan kehendak.Sehubungan dengan itu, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika akan menerapkan model belajar pembelajaran kontekstual, yakni :
Pertama, siswa harus dipandang sebagai manusia yag sedang berkembang dan bukan sebagai orang dewasa dalam ukuran kecil. Kemampuan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh level perkembangan siswa sehingga kita tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak sesuai dengan level perkembangan siswa tersebut. Dengan demikian guru tidak bertindak sebagai penguasa dalam sebuah pembelajaran, namun ia berperan sebagai pembimbing siswa dalam membimbing mereka sesuai dengan level perkembangannya.
Kedua, setiap anak memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mereka akan senang jika mendapat tantangan-tantangan yang baru. Oleh karena itu, guru berperan sebagai pemilih objek baru dan menantang yang akan dipelajari oleh siswa. Ketiga, belajar bagi siswa adalah mengaitkan hal-hal yang telah dikuasi dengan informasi baru yang mereka dapatkan. Dengan demikian tugs guru adalah untuk mengaitkan informasi yang telah ada pada siswa dengan hal baru yang ia pelajari. Keempat, belajar merupakan proses penyempurnaan skema yang sudah ada pada diri siswa (asimilasi) dan membuat skema yang baru (akomodasi). Dengan demikian guru bertugas untuk membantu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.Dalam konteks itu, prosedur atau program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya. Atas dasar itu, saran pokok dalam prosedur atau penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut:
(a) Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar,
(b) Nyatakan tujuan umum pembelajarannya,
(c) Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu,
(d) Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa,
(e) Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.Dengan mengetahui dan memahami prosedur pelaksanaan atau implementasi model pembelajaran kontekstual oleh guru, maka akan memudahkan bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran yang dilakukannya. Prsedur yang dikemuakan di atas, bukanlah harga mati dan kaku, guru boleh mencari dan menambah tahapan atau konsep lainnya, sehingga lebih memperkaya dan memperluas prosedur pelaksanaan model pembelajaran kontektual ini. Semoga.
Diposkan oleh lienz-lienz di 03:30 0 komentar
tulisan ilmiah
Dalam kedudukan resminya sebagai bahasa negara dan bahasa kebangsaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Bahasa Indonesia secara bertahap dan sistematis mengalami penyempurnaan ejaannya.

Pada tahapan terakhir, tanggal 16 Agustus 1972 Ejaan Bahasa Indonesia dibakukan sesuai dengan EYD dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia saat itu. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.

Konsep Ilmiah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997) menjelaskan bahwa Ilmiah adalah sesuatu yang didasarkan atas ilmu pengetahuan.

Kata ilmu sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan. Agar sesuatu dapat disebut sebagai Ilmu, Ada 4 Persyaratan Ilmiah, yakni:

1. Obyektif, Ilmu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan obyek, dan karenanya disebut kebenaran obyektif; bukan subyektif berdasarkan subyek peneliti atau subyek penunjang penelitian.

2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.

3. Sistematis, Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4. Universal, Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat obyeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah

Dalam Penyajian sebuah Konsep Ilmiah, Bahasa Indonesia mempunyai peranan penting dengan dibakukannya Ejaan sesuai EYD (Ejaan yang Disempurnakan). Dengan Ejaan sesuai EYD ini, Bahasa Indonesia memiliki susunan struktur bahasa yang Obyektif, Metodis, Sistematis dan Universal.

Peranan tersebut, mencakup penggunaan Bahasa Indonesia dalam publikasi artikel maupun tulisan – tulisan ilmiah, baik berupa karya tulis, penulisan ilmiah, maupun skripsi dimana penerapannya harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Beberapa hal sederhana misalnya tentang kaidah penggunaan huruf kapital: bahwa pada setiap awal kalimat harus diawali dengan huruf kapital, dan huruf kapital juga dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, peristiwa sejarah.

Selain kaidah penggunaan huruf kapital tersebut, masih banyak aturan penggunaan Bahasa Indonesia yang lainnya. Terkadang, dalam publikasi tulisan ilmiah juga, kita menggunakan kata serapan dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.

Untuk penulisan kata-kata serapan tersebut juga ada aturan dalam penulisannya, dimana berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.

Pertama, unsur serapan yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, I’exploitation de l’homme par I’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.

Kedua, unsur serapan yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Kaidah-kaidah tersebut tertuang dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Dengan adanya kaidah / aturan ini, maka tulisan ilmiah yang dibuat menjadi lebih Obyektif, Metodis, Sistematik, Terstruktur dan Universal khususnya dalam penggunaan bahasa sesuai dengan makna konsep Ilmiah itu sendiri.
Diposkan oleh lienz-lienz di 03:21 0 komentar
penalaran
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuen

Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti.
Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Diposkan oleh lienz-lienz di 03:21 0 komentar
Mengapa kita harus belajar Bahasa Indonesia??
Mengapa harus belajar bahasa Indonesia
Karena bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa, dimana setiap orang akan mengerti jika diantara mereka menggunakan bahasa Indonesia, di lihat dari sudut pandang linguistika, Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Mengapa bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia ? Ada empat faktor , yaitu ;
1.Bahasa Melayu sudah merupakan lingua fanca di Indonesia,bahasa perhubungan, dan bahasa perdagangan.
2.Sistem bahasa Melayu sederhana,mudah di pelajari.
3.Diterimanya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia oleh suku-suku di Indonesia.
4.Bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Dan karena bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting,seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga sumpah pemuda 1982.Ini berarti bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa Nasional,kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah.
Didalam kedudukannya sebagai bahasa Nasional ,bahasa Indonesia berfungsi sebagai;
1).Lambang kebanggaan kebangsaan.
2).Lambang identitas nasional.
3).Alat penghubung antara warga,antara daerah, dan antara budaya.
4).Alay yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Jadi menurut saya, belajar bahasa Indonesia itu sangat penting karena,tidak semua warga Indonesia tiap hari menggunakan bahasa Indonesia, coba perhatikan sekelilingmu.Orang Jawa ya berbahasa jawa,
orang Cina memang pake bahasa Indonesia tapi kadang logat dan aksennya dibuat lain, dan tidak sesuai standar yang benar dan orang Ambon dialeknya juga khusus.Itu karena masyarakat kita kan Bhinneka Tunggal Ika, kalau tidak ada pelajaran bahasa Indonesia, nanti pemakaian bahasa dalam jurnalisme (terutama) jadi kacau dan tidak seragam.Selain itu, banyak aspek dalam pelajaran bahasa Indonesia yang harus kita ketahui,tidak cuma percakapan sehari-hari.

Kesimpulan:

Sesuai apa yang sudah ditulis bahwa sebuah penalaran mempunyai kecendrungan gaya belajar masing-masing tergantung seseorang memahaminya.

Artikel ini saya ambil dari http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/pengertian-bahasa-indonesia/

2. Proses berpikir itu apa?

A. Berfikir

Mengenai soal berpikir ini terdapat beberapa pendapat, diantaranya ada yang menganggap sebagai suatu proses asosiasi saja; pandangan semacam ini dikemukakan oleh kaum Asosiasionist. Sedangkan Kaum Fungsionalist memandang berpikir sebagai suatu proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons. Diantaranya ada yang mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih. Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117). Sedangkan menurut Drever (dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006:117) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117) berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Dari pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir, yaitu:
(1) berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi dapat diperkirakan dari perilaku,
(2) berpikir merupakan sebuah proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, dan
(3) berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52 dalam http://www.andragogi.com) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologisKemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang relatif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ini akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.Tujuan berpikir adalah memecahkan permasalahan tersebut. Karena itu sering dikemukakan bahwa berpikir itu adalah merupakan aktifitas psikis yang intentional, berpikir tentang sesuatu. Di dalam pemecahan masalah tersebut, orang menghubungkan satu hal dengan hal yang lain hingga dapat mendapatkan pemecahan masalah.

B. Jenis, Tipe, dan Pola Berpikir

Ada berbagai jenis dan tipe berpikir. Morgan dkk. (1986, dalam Khodijah, 2006: 118) membagi dua jenis berpikir, yaitu berpikir autistik dan berpikir langsung. Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi. Berpikir langsung (directed thinking) yaitu berpikir untuk memecahkan masalah.Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam pola berpikir, yaitu:1. Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu2. Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.3. Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir menganai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu.4. Berpikir analogis, yatiu berpikir untuk mencari hubungan antarperistiwa atas dasar kemiripannya.5. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian.6. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis.Sedangkan menurut De Bono (1989 dalam Khodijah, 2006:119) mengemukakan dua tipe berpikir, sebagai berikut.1. Berpikir vertikal (berpikir konvergen) yaitu tipe berpikir tradisional dan generatif yang bersifat logis dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan hanya informasi yang relevan.2. Berpikir lateral (berpikir divergen) yaitu tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat menggunakan informasi yang tidak relevamn atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.

C. Proses Berpikir

Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu :
1. Pembentukan Pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga tingkatan, sebagai berikut:
a. Menganalisis ciri-ciri dari sejumalah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita perhatikan unsur – unsurnya satu demi satu. Misalnya maupun membentuk pengertian manusia. Kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-ciri misalnya :
Manusia Indonesia, ciri – cirinya :
* Mahluk hidup
* Berbudi
* Berkulit sawo mateng
* Berambut hitam
* Dan sebagainya
Manusia Eropa, ciri – cirinya :
* Mahluk hidup
* Berbudi
* Berkulit Putih
* Berambut pirang atau putih
* Bermata biru terbuka
* Dan sebagainya
Manusia Negro, ciri – cirinya:
* Mahluk hidup
* Berbudi
* Berkulit htam
* Berambut hitam kriting
* Bermata hitam melotot
* Dan sebagainya
Manusia Cina, ciri – cirinya:
* Mahluk Hidup
* Berbudi
* Berkulit kuning
* Berambut hitam lurus
* Bermata hitam sipit
* Dan sebagainya
Dan manusia yang lain – lainnya lagi.
b. Membanding – bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri – ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
c. Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki, menangkap cirri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri – ciri yang hakiki itu ialah: Makhluk hidup yang berbudi.

Pembentukan Pendapat

Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa disebut kalimat, yang terdiri dari pokok kalimat atau subyek dan sebutan atau predikat.
Selanjutnya pendapat dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :a. Pendapat Afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang menyatakan keadaan sesuatu, Misalnya Sitotok itu pandai, Si Ani Rajin dan sebagainya.b. Pendapat Negatif, Yaitu Pendapat yang menidakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya seuatu sifat pada sesuatu hal : Misalnya Sitotok itu Bodoh Si Ani Malas dan sebagainya.c. Pendapat Modalitas atau kebarangkalian, Yaitu Pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan – kemungkinan sesuatu sifat pada sesuatu hal ; misalnya hari ini mungkin hujan, Si Ali Mungkin tidak Datang. Dan sebagainya.
3. Penarikan Kesimpulan atau Pembentukan Keputusan
Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada 3 macam keputusan, Yaitu:

a. Keputusan induktif
yaitu keputusan yang diambil dari pendapat – pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum. Misalnya :
Tembaga di panaskan akan memuai
Perak di panaskan akan memuai
Besi di panaskan akan memuai
Kuningan di panaskan akan memuai Jadi (kesimpulan). Bahwa semua logam kalau dipanaskan akan memuai (Umum)

b. Keputusan Deduktif
Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus , Jadi berlawanan dengan keputusan induktif. Misalnya : Semua logam kalau dipanaskan memuai (umum), tembaga adalah logam. Jadi (kesimpulan) : tembaga kalau dipanaskan memuai Contoh lain : Semua manusia terkena nasib mati, Si Karto adalah manusia Jadi pada suatu hari si Karto akan mati.

c. Keputusan Analogis
Keputusan Analogis adalah Keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada. Misalnya : Totok anak pandai, naik kelas (Khusus). Jadi (kesimpulan) Si Nunung anak yang pandai itu, tentu naik kelas.

Kesimpula:

Secara umum berfikir dapat menimbulkan kecerdasan, gagasan, atau pun perkembangan sebuah ide, yang dimana itu berguna dalam kehidupan kita sehari-hari dengan bertujuan yang pasti.

Artikel ini ambil di http://www.psb-psma.org/content/blog/proses-berpikir

3. Bagaimana bahasa dipakai dan dikaitkan dengan bahasa indonesia?

Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan akan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat pemakainya. Luasnya wilayah pemakaian bahasa Indonesia dan keanekaragaman penuturnya serta cepatnya perkembangan masyarakat telah mendorong berkembangnya berbagai ragam bahasa Indonesia dewasa ini. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial menyebabkan munculnya berbagai ragam kedaerahan (ragam regional) dan sejumlah ragam sosial.

Salah satu jenis ragam sosial yang bertalian dengan pokok bahasan makalah ini adalah ragam bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh kelompok yang menganggap dirinya terpelajar. Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah. Karena itu, ragam ini lazim juga disebut ragam bahasa (Indonesia) sekolah. Ragam ini juga disebut ragam (bahasa) tinggi. Dalam kaitan ini patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu biasanya dianggap sebagai tolok untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga (ragam) bahasa baku (lihat Alwi et al. 1993).

Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, penggunaan ragam baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.

Dalam hubungan dengan gaya itu, perlu dicatat perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulisan. Dari segi gaya, ragam bahasa tulisan cenderung kata-katanya lebih terpilih dan kalimat-kalimatnya lebih panjang-panjang, tetapi lebih tertata rapi. Dengan kata lain, persoalan lafal yang menjadi persoalan pokok makalah ini tidak berkaitan langsung dengan perbedaan ragam bahasa Indonesia lisan dan ragam bahasa Indonesia tulisan. Lafal bahasa Indonesia yang dipersoalkan dalam makalah ini adalah lafal (baku) yang dianggap baik untuk digunakan ketika berbahasa Indonesia baku dengan memakai bunyi sebagai sarananya baik dengan cara berbicara maupun dengan cara membaca.

1. Ciri-Ciri Lafal Baku Bahasa Indonesia

Di atas telah disinggung bahwa bahasa baku baik ragam lisan maupun tulisan selalu dikaitkan dengan bahasa sekolah yang juga disebut ragam tinggi. Ragam bahasa tinggi ini lazim digunakan oleh mereka yang menganggap dirinya terpelajar. Salah satu ciri yang menonjol bahasa kaum terpelajar ini, yang menyangkut lafal, adalah bahwa sistem bunyinya lebih kompleks dibandingkan dengan sistem bunyi yang dimiliki kaum tak-terpelajar. Bahasa kaum terpelajar cenderung mempunyai khasanah bunyi yang lebih banyak. Karena itu, kaum terpelajar cenderung membedakan kata seni dari zeni, kata pak dari vak, kata sarat dari syarat, kata kas dari khas, dan kata teras (rumah) dari teras (dalam arti inti) sedangkan kaum tidak terpelajar cenderung tidak membedakan pasangan-pasangan kata itu dalam berbicara.

Bahasa kaum terpelajar juga cenderung mempunyai kaidah fonotaktis yang lebih rumit. Kaum terpelajar akan mengacu kumpulan bangunan sejenis di suatu tempat sebagai kompleks, aksi-aksi mahasiswa yang menuntut reformasi sebagai demonstrasi, dan olahraga konglomerat yang dilakukan di padang-padang bekas kebun teh dan sawah rakyat sebagai golf, sementara kelompok tidak terpelajar cenderung akan mengacunya masing-masing sebagai komplek, demonstrasi, dan golop, paling tidak, dalam berbahasa lisan. Selain khasanah bunyi yang lebih banyak dan kaidah fonotaktis yang menyatakan kombinasi-kombinasi bunyi yang lebih kompleks, bahasa kaum terpelajar cenderung juga berbeda dari bahasa kaum tak-terpelajar dalam hal kaidah pemberian tekanan pada kata. Bahasa kaum terpelajar cenderung memperlihatkan kaidah tekanan yang lebih teratur dan lebih berdasar daripada bahasa kaum tak-terpelajar. Perbedaan lafal akibat perbedaan kaidah penempatan tekanan antara kedua kelompok penutur bahasa Indonesia itu akan lebih tajam bila kata-kata itu berada dalam untaian kalimat.

Pada umumnya aspek-aspek bunyi dan tekanan yang memperbedakan ragam bahasa baku (ragam bahasa kaum terpelajar) dengan ragam bahasa tak-baku (ragam bahasa kaum tak-terpelajar) bersumber pada perbedaan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan bahasa ibu para penutur yang cenderung menghasilkan ragam regional bahasa Indonesia yang lazim disebut logat atau aksen. Sejalan dengan itu, Abercrombie (1956) menulis bahwa ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang paling sedikit memperlihatkan ciri kedaerahan.

Makin tinggi pendidikan seseorang cenderung akan meningkatkan status sosial seseorang–termasuk meningkatkan mutu bahasanya. Khasanah bunyi beserta kaidah-kaidah yang mengatur distribusi bunyi-bunyi itu, termasuk kombinasi-kombinasi bunyi dalam kata yang diperbolehkan oleh kaidah fonotaktik, dan kaidah penempatan tekanan pada kata-kata bahasa Indonesia ragam baku dapat dilihat di dalam Alwi et al. (1998).

2. Fungsi Lafal Baku Bahasa Indonesia

Lafal merupakan perwujudan kata-kata dalam bentuk untaian-untaian bunyi. Lafal merupakan aspek utama penggunaan bahasa secara lisan. Dalam hubungan itu, lafal baku dapat dipandang sebagai perwujudan ragam bahasa baku dalam bentuk untaian bunyi ketika berlangsung komunikasi verbal secara lisan yang menuntut penggunaan ragam baku. Persoalannya adalah peristiwa komunikasi lisan apa saja yang menuntut penggunaan ragam baku. Kridalaksana (1975) mencatat empat fungsi bahasa yang menuntut penggunaan ragam baku, yaitu (1) komunikasi resmi, (2) wacana teknis, (3) pembicaraan di depan umum, dan (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati. Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain, lafal baku perlu digunakan dalam pembicaraan di depan umum, seperti kuliah, ceramah, khotbah, pidato, dsb. atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti pembicaraan dengan atasan, dengan guru, dengan orang yang baru dikenal dsb.

Di atas telah kita lihat bahwa ragam bahasa baku dianggap sebagai ragam bahasa yang baik yang cocok untuk keperluan komunikasi verbal yang penting, yang menjadi tolok untuk pemakaian bahasa yang benar, dan yang bergengsi serta berwibawa. Dalam hubungan dengan fungsi sosial bahasa baku itu, Moeliono (1975) mencatat empat fungsi pokok, yaitu (1) fungsi pemersatu, (2) fungsi penanda kepribadian, (3) fungsi penanda wibawa, dan (4) fungsi sebagai kerangka acuan.

Dengan demikian, lafal baku–sebagai perwujudan bahasa baku secara fonetis–mempunyai fungsi sosial sebagai (1) pemersatu, (2) penanda kepribadian, (3) penanda wibawa, dan (4) sebagai kerangka acuan.

Pengikraran bahasa Melayu (tinggi) sebagai bahasa Indonesia 70 tahun lalu merupakan peristiwa bersejarah yang sangat penting dalam proses perkembangan bangsa Indonesia yang bersatu. Sulit untuk dibayangkan apa yang akan terjadi dengan bangsa Indonesia yang terdiri atas ratusan suku bangsa dengan latar belakang kebahasaan yang ratusan pula dan menyebar di kepulauan Nusantara yang luas ini jika tidak ada satu bahasa sebagai alat komunikasi antara satu dengan lain. Kehadiran suatu lafal baku yang perlu digunakan sebagai tolok dalam berbahasa lisan pada peristiwa-peristiwa tutur resmi yang melibatkan pendengar dari berbagai kelompok suku tentulah merupakan suatu keharusan. Fungsi kepribadian lafal baku akan tampak bila kita terlibat dalam pergaulan antarbangsa. Melalui bahasa lisan seseorang, kita dapat mengenal apakah dia menggunakan logat asing ataukah logat baku. Orang asing yang belajar bahasa Indonesia dapat saja mencapai penguasaan bahasa Indonesia yang sangat baik namun itu biasanya terbatas pada bahasa tulisan. Atau, kemungkinan lain, dapat saja kita terlibat dalam percakapan dengan bangsa serumpun, misalnya dengan orang Malaysia atau Brunei Darussalam. Dari segi perawakan tentu sulit untuk membedakan satu sama lain, tetapi melalui logat/dialek yang digunakan kita dapat mengenal apakah seseorang termasuk bangsa Indonesia atau tidak.

Fungsi penanda wibawa lafal baku merupakan suatu fungsi yang mempunyai nilai sosial yang tinggi dalam suatu masyarakat. Kemampuan seseorang dalam menggunakan lafal baku cenderung akan ditafsirkan bahwa orang itu adalah orang terpelajar dan karena itu patut disegani. Kewibawaan lafal baku tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari. Dalam senda gurau tidak pernah kita mendengar lafal baku dijadikan bahan olok-olok. Pada umumnya yang kita dengar adalah logat (lafal) yang bersifat kedaerahan.

Fungsi lafal baku sebagai kerangka acuan berarti bahwa lafal baku dengan perangkat kaidahnya menjadi ukuran atau patokan dalam berbahasa Indonesia secara lisan pada situasi-situasi komunikasi yang resmi.

3. Faktor Penunjang dan Penghambat Pertumbuhan Lafal Baku

Dengan faktor pendukung pertumbuhan lafal baku di sini dimaksudkan semua faktor yang dianggap memberikan dampak positif terhadap kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Sebaliknya, faktor penghambat pertumbuhan lafal baku adalah semua faktor yang dianggap memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan/kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembicaraan pada seksi ini akan mencoba mengidentifikasi beberapa isu atau masalah yang bertalian dengan lafal baku kemudian melihat apa segi positifnya dan apa segi negatifnya.

Kesimpulan:

Ada beberapa bahasa indonesia yang pantas untuk dipakai dan tidak pastas dipakai, seperti di kehidupan sehari-hari yang rata-rata hampir sebagian orang di wilyah JABOTEBEK menggunakan bahasa indonesia gaul yang dikarenakan majunya perkembangan di negara ini.

Artikel ini saya ambil di http://ferdinan01.blogspot.com/2009/02/bahasa-baku-dan-tidak-baku.html