Jumat, 22 Oktober 2010

Surat Undangan Rapat

Ini adalah salah satu contoh surat undangan rapat yang mengundang seluruh dosen S1 FE Jurusan Akuntansi pada acara seminar nasional yang di laksanakan pada 28 April 2010 di Auditorium UG gedung 4, lantai 6 Depok, jam 09.00.


UNIVERSITAS GUNADARMA
Jl. Margonda Raya No. 100 Pondok Cina, Depok 16424



Jakarta, 22 Maret 2010

No : 01/100.22/UG/VII/2010
Perihal : Undangan Rapat
Lamp : -


Kepada Yth.

Seluruh Dosen S1 FE Akuntansi


Dengan hormat,

Dalam rangka mengadakan acara seminar nasional yang akan di adakan di Universitas Gunadarma yang menyangkut dengan tema "AKUNTANSI".

Maka dengan ini perkenankanlah kami mengundang seluruh dosen S1 FE Jurusan Akuntansi guna mengikuti rapat untuk membahas mengenai acara seminar nasional dengan tema sebagaimana tersebut pada pokok surat undangan yang rencananya akan kami selenggarakan pada :

Hari / Tanggal : Rabu, 28 April 2010

Tempat : Auditorium UG gedung 4 lt. 6 Depok

Waktu : Pukul 09.00 WIB

Demikian kami sampaikan. Atas perhatian serta kehadiran Bapak dan Ibu pada acara dimaksud, kami sampaikan ucapan terima kasih.

Hormat kami,


Rifki Nurdianto

Ketua Panitia



Bahasa Indonesia Pada Tataran Semi Ilmiah atau Ilmiah Populer

Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen. Yang tergolong karangan semi ilmiah antara lain adalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; .
Karakteristiknya : berada diantara ilmiah.

Contoh Karangan Semi Ilmiah

Jadikanlah suatu keyakinan bahwa,”Apa yang tuan cita-citakan pasti tercapai, dan apa yang tuan usahakan pasti berhasil.” Thomas Alva Edison

Apa yang dikatakan oleh Thomas Alva Edison ini sungguh menarik bagi saya. Dahulu saya menganggap suatu keberhasilan itu adalah sekedar berkaitan dengan nasib seseorang, jika nasib orang tersebut telah ditakdirkan sial terus seumur hidup, maka selama menjalani sisa hidup yang ada, tak ada satupun keberuntungan singgah di dirinya itu. Tetapi barulah saya tersadar betul saat membaca dan menonton film berjudul Secret (Rahasia) karya Rhonda Byrne, bahwa semua yang ada dalam benak ini ternyata salah besar!

Acapkali kita merasa bahwa segalanya dalam hidup ini telah terjatah oleh kehendak Yang Kuasa. Jika seseorang memang sudah ditakdirkan kaya raya, maka memang itulah yang seharusnya, dan apabila kita ditakdirkan miskin maka memang mustahil kita akan menjadi kaya. Padahal diserukan oleh Rasulullah, ”Allah tak akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu tidak mengubah nasibnya sendiri.”

Kata orang tua jaman dulu, ”Nak, gantungkan cita-citamu setinggi langit!” Itu memang benar adanya, orang tua dahulu mungkin lebih bijak dalam memotivasi diri sang anak agar memiliki satu tujuan yang harus dicapai dalam hidupnya. Orang tua dahulu tidak segan memberikan permainan yang mengarah pada cita-cita sang anak, misalnya saja si anak bercita-cita jadi seorang dokter. Guna mendorong keinginan tersebut agar terwujud maka orang tua memberikan set permainan dokter-dokteran kepada si anak.

Dalam suatu kuliah yang saya berikan, saya bertanya kepada para mahasiswa satu persatu,”Apa yang ada dalam bayanganmu berupa harapan tentang dirimu 10 (sepuluh) tahun mendatang?” Maka bermunculanlah jawaban klasik yang bisa ditebak, mereka rata-rata menyatakan dirinya ingin menjadi orang yang sukses, memiliki pekerjaan yang bagus, keluarga sakinah. Maka saya lanjutkan lagi pertanyaan yang berkaitan dengan hal tersebut diatas, ”Bisakah kamu bayangkan wujud kesuksesan seperti apakah yang telah tergambar nyata dalam benakmu? Lalu posisi apa yang kau lihat 10 tahun lagi, dan istri atau suami seperti apa yang akan kau peroleh nanti? Apakah kalian hanya berangan-angan ataukah ini sudah menjadi cita-cita yang harus diwujudkan?” Maka dengan ragu-ragu mereka menjawab, ”Wah, kalau hal seperti itu sih belum, Pak! Kita kan tak tahu nasib kita nantinya!”

” Kenapa kalian takut bahkan untuk bermimpi? Itu semua yang kalian harapkan sudah tersedia, hanya niat dan tekad bulat serta sasaran berupa cita-cita yang belum kalian perdulikan,.” Kata saya,” Apakah tak seorangpun diantara kalian yang berani membayangkan dirimu pada saat setiap pagi bercermin, sebagai seorang pemilik 10 perusahaan besar, dengan baju jas seharga 3 juta, didampingi oleh seorang istri yang setia, dan begitu kalian keluar dari pintu kamar kos kalian, yang tergambar dalam benak adalah sebuah mobil mewah siap mengantarmu menuju kantor?”

” Jika kita setiap hari membayangkan hal tersebut, dan merasa hal itu pasti akan terwujud, maka secara tidak sadar, keinginan, cita-cita dan harapan ini tertanam dalam alam bawah sadarmu, serta menjadi do’a yang tak berkeputusan setiap saat.”

Seperti kata Edison diatas tadi, semua hal itu pasti terwujud. Semua yang ada dalam bayangan kita sebetulnya memang sudah diciptakan oleh Tuhan, entah itu berupa pasangan hidup, kekayaan melimpah, mobil mewah, rumah gedung, pekerjaan yang hebat. Semua sudah ada, hanya saja kita sering tak menyadarinya.

Manusia itu bagaikan magnet yang menarik apa saja menuju ke dirinya, yang menentukan adalah kekuatan fikiran manusia, serta tekad bulat untuk memperolehnya. Semua pasti akan didapatkan, semua akan tercapai, hanya soal waktulah yang menentukan. Pikirkan hal-hal yang positif dalam hidup ini, maka segala hal yang positiflah yang akan datang menghampiri. Tetapi apabila kita berfikir secara negatif, maka hal-hal yang buruk yang akan kita dapatkan.

Memang segalanya tak serta merta akan kita peroleh begitu saja dengan mudah. Coba Anda bayangkan, jika Anda berfikir tentang gajah, dan ingin memelihara gajah saat nonton acara televisi diruang keluarga, dengan tiba-tiba ada seekor gajah disamping kalian. Betapa kacaunya keadaan saat itu. Anda akan mendapatkan yang Anda inginkan saat diri Anda memang sudah siap untuk itu. Jika belum siap, maka kita akan menempuh perjalanan dalam rangka mempersiapkan diri. Acapkali pula kita dihadang oleh kegagalan, tapi jika kita bertekat bulat, maka semua itu akan dapat terwujud.


Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tapi sukses itu sendiri sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses. (Lambert Jeffries)


Memang jalan yang kita tempuh ada kalanya panjang sekali dalam rangka mencapai yang kita harapkan, sebut saja Edison, dalam upayanya menciptakan lampu pijar, harus mengalami beberapa banyak kegagalan, tetapi hasilnya, dengan penemuannya itulah maka wajah dunia telah berubah, dari konsep lampunya maka sekarang kita bisa menikmati cahaya terang walau di malam hari. Atau kisah Kolonel Sander yang harus masuk-keluar 999 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan) restoran, untuk menawarkan resep ayam gorengnya, dan pada restoran ke seribu yaitu KFC, ternyata resepnya diterima, dan sekarang tersebar di seluruh dunia.

Kita tak perlu tahu secara persis bagaimana wujud yang kita harapkan terjadi, yang penting disini kita hanya perlu melangkah secara sungguh-sungguh untuk mencapainya. Jika Anda ingin pergi ke Kutub Utara, apakah Anda sudah tahu secara persis wujud kutub tersebut? Yang penting bukan melihat wujudnya, tetapi terus melangkah kearah yang benar dengan menggunakan peta ataupun kompas yang tersedia sebagai penunjuk arahnya. Mungkin selama perjalanan, kita akan terhadang gunung es ataupun taufan badai, tapi itu hanyalah hambatan langkah Anda menuju kesuksesan. Bahkan jika dapat, kita jadikan hambatan itu sebagai pelajaran saat melangkah lebih jauh lagi!

Tiada yang kebetulan dalam hidup kita, karena kekuatan niat, tekat, cita-cita, keinginan, dan harapanlah yang menjadikan semua itu terwujud. Semua memang sudah ada dalam otak dan hati kita, hanya bagaimana kuatnya niat yang ada dalam diri kitalah yang menentukan cepat atau tidaknya harapan itu kan terjadi. Jadi sekali lagi bukan karena kebetulan.

Maka mari bersama-sama kita berusaha mengubah mind-set yang ada, segala sesuatu bernilai negatif , misalnya, ketidak-berdayaan, ketidak-cantikan atau ketidak-tampanan, ketidak-mampuan, ketidak-mengertian, dan macam-macam ketidak-an yang bernilai negatif itu menjadi lawan katanya yang jelas bernilai positif. Tetapi harus kita ingat, jika keberhasilan itu biasanya hanya hinggap pada satu orang saja, maka tingkatkanlah menjadi kebergunaan akan keberhasilan yang telah Anda nikmati sehingga juga bisa dinikmati oleh orang lain.


Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.(Einstein)

Bahasa Indonesia Pada Tataran Non Ilmiah (Fiksi)

Non Ilmiah (Fiksi) adalah Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot, konflik, klimaks, setting dsb.

Pengertian, Ciri, dan Bentuk Karangan Nonilmiah
Karangan non ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Ciri-ciri karangan nonilmiah:

  1. . Ditulis berdasarkan fakta pribadi,
  2. . Fakta yang disimpulkan subyektif,
  3. . Gaya bahasa konotatif dan populer,
  4. Tidak memuat hipotesis,
  5. Penyajian dibarengi dengan sejarah,
  6. Bersifat imajinatif,
  7. Situasi didramatisir, dan
  8. Bersifat persuasif.

Contoh Karangan Nonilmiah

Dongeng, cerpen, novel, drama, dan roman adalah contoh karangan nonilmiah. Berikut ini adalah contoh karya non ilmiah sebuah cerpen yang saya kutip dari sebuah buku Mahir Berbahasa Indonesia :

Pencuri

Ia berjalan dengan langkah yang ringan tanpa tergesa-gesa, tanpa mengendap-endap. Daerah pinggiran seperti ini, memang tidak terlampau padat dengan rumah. Di sana sini masih rimbun rumpun pisang, lalu tanah yang kosong, semak-semak belukar, tanaman lantana, dan putri malu. Langit cerah dan matanya yang tua masih cukup awas. Ia terus melangkah tenang melewati jalan tikus yang terbentuk oleh rumput yang mati terinjak. Tiba-tiba dari balik semak-semak muncul seseorang sambil mengancing celana.

“Selamat malam,” sapanya. Orang itu terkejut, lalu tanpa menjawab apa-apa membalikkan tubuh, meneruskan usahanya menarik ritsleting celananya.

“Mau kemana, Pak?” orang itu berkata sambil membalik ke arahnya.

“Ke kampung sebelah.”

“Mari, Pak,” orang itu menunduk-nunduk lalu buru-buru melanjutkan perjalanannya.”Silakan,” ujarnya sambil terus berjalan.

Sesudah berjalan cukup lama, ia tiba di dekat sebuah rumah besar. Teras depannya luas dengan lampu yang benderang dengan beberapa set kursi. Ada lukisan atau barangkali foto berbingkai, tanaman kuping gajah dalam pot, lampu gantung Kristal yang tidak menyala. Dari dalam terdengar music yang keras, hingar binger tidak keruan, yang serasa tidak sesuai dengan suasana pedesaan yang masih kental di derah itu. Di samping rumah tampak ada mobil jenis minibus.

Ia berhanti sejenak. Meneliti daerah sekitar rumah, kemudian dengan langkah yang pasti ia berjalan menuju ke sebatang pohon beringin besar yang tumbuh di sebelah utara rumah yang menghadap ke timur itu. Ia memanjat pohon beringin itu dengan mudah, lewat daya ingat yang sudah terlatih. Dan tanpa kesulitan apa-apa, ia menemukan batang yang cukup lebar merentang sejajar dengan tanah dan dengan hati-hati ia mendudukkan dirinya sambil menyandar ke batang utama.

Dari situ dengan bebas ia bisa memperhatikan bagian belakang rumah itu. Ada keinginan yang kuat untuk merokok apalagi dengan nyamuk yang mengiang-ngiang di kupingnya. Seluruh tubuh sudah dilulurinya dengan salep anti nyamuk. Tetapi yang membuat ia merasa gembira adalah bahwa ia masih memiliki kemantapan perasaan yang sama, seperti ketika ia masih sepenuhnya mengerjakan kegiatan ini sebagai pekerjaan tetap.

Sesudah beberapa saat, ia mengeluarkan cangklongnya, lalu menyulutnya. Dalam keadaan seperti ini, ia selalu siap dengan cangklongnya yang memakai penutup, yang konon dipergunakan orang ketika berada di medan pertempuran. Cangklong itu diambilnya di rumah seorang asing ketika ia melakukan tugasnya di sana.

Ia tahu betul isi rumah yang sedang diawasinya ini; dihuni seorang janda dengan seorang anak perempuan yang sudah amat siap untuk menikah, tiga pelayan dan seorang sopir tua. Di samping itu, ada empat orang pegawai yang tinggal di luar. Janda yang terhitung paling kaya di daerah itu, hidup dari penyewaan kendaraan umum, yang selalu menerima setoran setiap sore dan menyetor lagi uangnya ke sebuah bank di kota. Ia sendiri sudah memperhitungkan berapa besar uang yang bisa dikumpulkan janda itu setiap menjelang malam hari penyewa-penyewa mobilnya yang mencapai dua puluh buah itu. Sedang si Anak gadis, sesudah menyelesaikan pendidikan di sebuah akademi pariwisata di kota, kini membuka sebuah warung serba ada yang menempel di bagian selatan rumah itu.

Lalu sebuah mobil muncul. Pasti berhenti di depan rumahnya, yang terhalan untuk bisa ia lihat. Ia tidak tahu siapa yang datang. Beberapa menit kemudian, terdengar lagu dikecilkan. Pasti yang punya rumah datang, ia memperkirakan.

Dari kejauhan, terdengar kentongan, baru pukul sebelas.

Ia memang mempunyai kebiasaan untuk menuggu di dekat sasarannya beberapa jam lamanya. Selain itu, cukup mempunyai banyak waktu untuk mempertimbangkan perasaannya, ia juga bisa memantau keadaan sasarannya dengan cukup mantap. Bukan sekali dua ia harus membatalkan usahanya, bilaman sesudah beberapa jam perasaan was-was tidak juga hilang.

Lalu ia mendengar bunyi mobil dihidupkan, kemudian tampak sorotan lampu mendahului mobil itu langsung menuju ke arah jalan besar. Lalu menghilang.

Lalu cahaya yang nampak di bagian depan rumah menghilang, pasti lampu dimatikan. Dan seperti yang sudah diharapkan, tak lama kemudian beberapa orang tampak berjalan di samping rumah. Para penjaga keamanan yang melakukan tugas mereka sebagai sebuah rutinitas, mulai dari waktu meronda keliling, langkah, dan bahkan harus membatuk.

Ia merasa ada yang bergerak di kakinya. Seerkor semut. Buru-buru ia menarik kakinya ke dekat tubuhnya, lalu mematikan semut itu dengan memencet bagian celana di mana semut itu berada. Kemudian kakinya kembali ia julurkan.

Beberapa bulan yang lalu, anaknya yang jadi insiyur datang menjemputnya di desa asalnya, lalu membawanya ke desa ini, di mana anaknya telah membangun sebuah rumah kecil dengan sebuah warung serba ada untuknya. Di kampungnya yang lama, ia juga mempunyai sebuah warung. Kendati cukup banyak yang membeli di situ, ia tidak mengharapkan apa-apa dari warung itu. Kerja sebagai pencuri jauh lebih sesuai dengan dirinya. Ia bisa menghargai dirinya sebagai pencuri.

Lampu dari lubang angin dan jendela kamar yang menghadap ke arahnya sudah padam entah kapan. Ia sedang sibuk membayangkan bagaimana pertama kali ia memutuskan untuk menjadi seorang pencuri sejak anaknya yang menjadi insiyur lahir. Ia menjadi pencuri karena kakeknya seorang pencuri dengan ilmu yang tinggi, yang diturunkan kepadanya tanpa sepengetahuan ayah maupun ibunya. Ia tersenyum mengungat bagaimana ia mencuri tabungan kakeknya ketika ia masih bersekolah di sebuah sekoalahn rakyat.

Istrinya sendiri sudah meninggal lima tahun yang lalu. Sesudah dalam keadaan sekarat memintanya untuk tidak mencuri lagi demi anaknya yang ketika ia sudah menjadi mahasiswa di Bandung sana. Ia ingat bahwa ketika itu ia sama sekali tidak bisa menjanjikan apa-apa, yang membuat istrinya meninggal dalam keadaan kecewa. Lalu ia mendengar orang batuk-batuk. Para penjaga keamanan yang datang dari arah mereka tadi pergi. Ia menarik kakinya yang kiri hingga lutunya dekat ketubuhnya, dan mulai memijat-mijat betisnya. Sesudah itu kakinya yang kanan ditariknya. Segenggam pasir yang dimasukkan ke dalam sebuah kantong celananya ia periksa. Dari kantong celana yang satunya lagi, ia mengeluarkan seutas pita merah, yang ia lilitkan ke kepalanya. Saat untuk beraksi sudah tiba.

Pagi itu untuk pertama kalinya semenjak ia pindah ke desa ini, ia tidak membuka warungnya. Ia tidur sampai ketika ada yang menggedor pintu depannya. Lalu ketika ia membuka pintu, anaknya menerobos masuk. Ia mengunci kembali pintu. Tampak kalau anaknya sedang marah.

“Ayah melakukan perbuatan terkutuk itu lagi?”

“Hei, apa yang kamu bilang?”

“Ayah semalam menggerayangi rumah ibu Rohmah, bukan?”

Keyakinan anaknya membuat ia tidak menyangkal. “Dari mana kau tahu itu rumah ibu Rohmah?”

“Itu calon mertua saya,” ujar anaknya.

“Oo. Jadi kau yang semalam datang mengantar calon istrimu itu, ya?”

Anaknya cuma menatapnya tajam, lalu wajahnya menjadi kuyu.

“Kenapa, Ayah?” Kenapa Ayah harus lakukan ini, dan terhadap calon keluarga kita sendiri?”

“Duduk.” Ujarnya tenang, tetapi dengan gaya memerintah. Anaknya menarik kursi meja makan lalu duduk. Ia lalu mengambil gelas, menungkan air dari ceret lalu meneguknya.

“Sebaiknya kau tidak bicara seperti orang main drama. Saya tidak menolak tuduhanmu, dan itu sudah cukup. Dengar dulu … saya masih bicara! Saya tidak mengenal mereka, dan tidak tahu kalau punya hubungan dengan kau. Kalau saya mencuri, itu karena ada dorongan yang selalu memakasa saya untuk terus melakukan hal itu. Saya …”

Sebuah ketokan di pintu membuat ia menghentikan omongannya. Ia langsung membuka pintu. Seorang anak kecil dengan wajah takut san waswas berdiri di depannya.

“Warung Bapak tutup, ya?”

“Ya, saya agak kurang enak badan. Ada yang perlu?”

“Ibu menyuruh saya …”

“Sini, masuk” Ia membimbing anak itu masuk. “Namamua Ari, bukan?” Lalu dengan agak mendorong ia membawa anak itu menuju pintu samping rumah yang membuka ke warungnya. “ Ambil sendiri yang di perlukan ibumu,” ujarnya ramah.

“Adik yang masih bayi perlu susu …”

“Masuklah,” ia mendorong anak itu, tetapi tampaknya anak itu menolak.

Anak itu memandangnya ragu-ragu. “Kata ibu, utang yang lalu …”

“Masuklah dan ambil sendiri.” Jangan takut, Nak.”

Anak itu masuk, mengambil beras beberapa liter, gula, dan kopi serta susu kaleng untuk bayi. Ia sendiri berjalan ke belakang menuju kamar kecil.

Ketika ia berbalik, anak itu sedang berdiri di depan pintu menunggunya.

“Sudah?”

“Sudah, Pak. Saya sudah catat di buku utang. Terima kasaih …”

Ia membukakan pintu lalu menguncinya.

“Kau tidak usah tanya kenapa saya harus mencuri. Warung ini nyaris tidak memberikan penghasilan apa-apa. Kau lihat anak kecil tadi, dan hampir besar desa ini tergantung dari utang yang saya kasih. Utang yang semakin lama semakin bertumpuk.”

“Ayah tidak bisa kasih hati seperti itu pada orang-orang ini.”

“Caranya? Dengan mengusir mereka pulang dengan tangan kosong dan perut yang kelaparan? Atau menyeret mereka ke pengadilan? Mungkin kau benar, tetapi saya Cuma tidak mampu melakukannya.”

“Bagaimana kalau Ayah tertangkap polisi?”

“Itu risiko. Tetapi kau harus tahu, saya menghargai ini sebagai pekerjaan yang harus professional dan sempurna. Mereka membutuhkan keahlian yang tinggi untuk bisa melacak saya.”

“Bisa hancur hidup saya kalau orang-orang tahu Ayah mencuri di rumah itu.”

“Saya masih terlalu mengantuk, Tri. Sebaiknya kau beri kesempatan saya beristirahat dulu.”

“Ayah kelihatannya tidak mempedulikan kepentngan saya, tidak peduli nasib saya.”

“Lalu bagaimana kau bisa menjadi insiyur? Dan apa kaupikir biaya yang setiap bula saya kirim dan bisa membuat hidup kau di Bandung tidak berkekurangan itu hasil dari warung ibumu? Camkan, Nak. Itu semua hasil kerja yang kau sebut tadi perbuatan terkutuk.”

Anaknya terpana.

“Dari mana kau tahu kalau saya yang mencuri semalam di rumah setan blau itu?”

“Ibu pernah bercerita, kalau Ayah mencuri di mana-mana, ada kebiasaan Ayah untuk membuka lemari makan mereka dan melahap apa yang ada dan membiarkan piring kotor dengan sedikit sisa makanan di atas meja.”

Ia tersenyum. Lalu berkembang menjadi tawa lepas. Ada rasa bangga yang ia perlihatkan ketika mengatakan, “Orang yang besar selalu harus membiarkan dirinya punya kebiasaan yang unik.”

Anaknya yang insiyur itu bangun. “Begini, Ayah. Saya tidak mampu menghalangi kenyataan ini. Saya ingin sekarang juga Ayah pilih, tetap melakukan pencurian dan kita tidak saling kenal lagi atau Ayah berhenti mencuri.”

“Itu dua hal yang tidak bisa dijadikan pilihan. Sungguh tidak sebanding, karena kedunya sesuatu yang amat prinsipil dalam hidup sya. Tetapi kalau kau memaksa, saya dengan ikhlas memilih yang pertama. Toh, kau sudah hidup mandiri.” Ia menatap anaknya tegas. Dan sesudah beberapa jenak kemudian ia berkata lagi, “Nah, saya benar-benar sangat mengantuk dan tak mampu membendungnya lagi.”

Ia berjalan menuju ke pintu lalu membukanya.

Anaknya bangun, lalu dengan lesu berjalan menuju ke pintu. Ketika anaknya lewat di depannya ia berkata, “Ini ada sebuah pertanyaan yang tak perlu kau jawab. Apakah masih ada orang di negeri ini yang tidak mencuri?”

Sumber : Kompas, 7/6/1992

Bahasa Indonesia Pada Tataran Ilmiah

Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasi lpemikiran, fakta, peristiwa, gejala dan pendapat. Penyampaian karya ilmiah bukan hanya mengekspresikan pikiran saja tetapi menyampaikan
hasil penelitian. Karya ilmiah memiliki tiga ciri:
  1. Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna
  2. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancauan atau keraguan.
  3. Harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog penulisan yang baik dan benar. Adapun jenis karangan ilmiah yaitu:
  • Makalah: karya tulis yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa, makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti karangan).
  • Kertas kerja: makalah yang memiliki tingkat analisis lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya.
  • Skripsi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasar pendapat orang lain.
  • Tesis: karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada skripsi.
  • Disertasi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi yang terinci.
Contoh Penulisan Ilmiah

TUJUAN

Tujuan pembuatan Penulisan Ilmiah adalah melatih mahasiswa untuk dapat menguraikan dan membahas suatu permasalahan secara ilmiah dan dapat menuangkannya secara ilmiah dan menuangkannya secara teoritis, jelas dan sistematis.

ISI DAN MATERI

Isi dari Penulisan Ilmiah diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :

1. Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.

2. Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.

3. Masalah dibatasi, sesempit mungkin.

STRUKTUR PENULISAN ILMIAH

Susunan struktur Penulisan Ilmiah adalah sebagai berikut :

1. Bagian Awal

2. Pendahuluan

3. Tinjauan Pustaka / Landasan Teori.

4. Hasil Penelitian dan Analisa / Pembahasan dan Analisa Bagian Pokok

5. Kesimpulan (& Saran)

6. Bagian akhir

1. Bagian Awal

Bagian Awal, terdiri atas :

- Halaman Judul

Ditulis sesuai dengan cover depan Penulisan Ilmiah standar Universitas Gunadarma.

- Lembar Pengesahan

Dituliskan Judul PI, Nama, NPM, NIRM, Tanggal Sidang, Tanggal Lulus, dan tanda tangan pembimbing, koordinator PI, serta Ketua Jurusan.

- Abstraksi

Berisi ringkasan dari penulisan. Maksimal 1 halaman.

- Kata Pengantar

Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan ilmiah (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan, dll ).

- Daftar Isi

- Daftar Tabel

- Daftar Gambar Kalau ada

- Daftar Lampiran

2. Pendahuluan

Pendahuluan menguraikan pokok persoalan. Terdiri dari :

- Latar Belakang Masalah

Menguraikan mengapa penulis sampai kepada pemilihan topik permasalahan yang bersangkutan.

- Rimusan Masalah ( boleh ada, boleh tidak )

- Masalah dan Pembatasan Masalah

Memberikan batasan yang jelas bagian mana dari persoalan yang dikaji dan bagian mana yang tidak.

- Tujuan Penulisan

Menggambarkan hasil-hasil yang diharapkan dari penelitian ini dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.

- Metode Penelitian

Menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data, alat yang digunakan dan cara analisa data.

Jenis-Jenis Metode Penelitian :

a. Studi Pustaka : Semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal.

b. Studi Lapangan : Data diambil langsung di lokasi penelitian.

c. Gabungan : Menggunakan gabungan kedua metode di atas.

(Bila penulis melakukan Praktek Kerja, laporan ditulis menurut format penulisan ilmiah).

- Sistematika Penulisan

Memberikan gambaran umum dari bab ke bab isi dari Penulisan Ilmiah.

3. Landasan Teori (untuk yang melakukan penelitian)

Menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan / penelitian, yang bisa diperkuat dengan menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.

4. Gambaran Umum Perusahaan (untuk yang melakukan penelitian / kerja praktek di perusahaan)

Menguraikan secara singkat profil perusahaan tempat dilakukannya kerja praktek / penelitian. Dibuat bab sendiri (tidak termasuk dalam landasan teori).

5. Hasil Penelitian dan Analisa

Bagian ini dapat dipecah menjadi beberapa bab ( misalnya Bab III dan Bab IV ) tergantung kebutuhan :

- Hasil Penelitian (Analisa Perusahaan)

Menguraikan hasil penelitian yang mencakup semua aspek yang terkait dengan penelitian.

- Analisa dan Pembahasan

Membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.

6. Kesimpulan (dan Saran)

Bab ini bisa terdiri dari Kesimpulan saja atau ditambahkan Saran.

- Kesimpulan

Berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis, yang diperoleh dari penelitian.

- Saran

Ditujukan kepada pihak-pihak terkait, sehubungan dengan hasil penelitian.

7. Bagian Akhir

- Daftar Pustaka

Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan.

- Daftar Simbol

Berisi deretan simbol-simbol yang digunakan di dalam penulisan, lengkap dengan keterangannya.

- Lampiran

Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, program, gambar, perhitungan-perhitungan, grafik, atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.

TEKNIK PENULISAN

1. Penomoran Bab serta subbab

- Bab dinomori dengan menggunakan angka romawi.

- Subbab dinomori dengan menggunakan angka latin dengan mengacu pada nomor bab/subbab dimana bagian ini terdapat.

II ………. (Judul Bab)

2.1 ………………..(Judul Subbab)

2.2 ………………..(Judul Subbab)

2.2.1 ………………(Judul Sub-Subbab)

- Penulisan nomor dan judul bab di tengah dengan huruf besar, ukuran font 14, tebal.

- Penulisan nomor dan judul subbab dimulai dari kiri, dimulai dengan huruf besar, ukuran font 12, tebal.

2. Penomoran Halaman

- Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.

- Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.

- Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka latin dan merupakan kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.

3. Judul dan Nomor Gambar / Grafik / Tabel

- Judul gambar / grafik diketik di bagian bawah tengah dari gambar. Judul tabel diketik di sebelah atas tengah dari tabel.

- Penomoran tergantung pada bab yang bersangkutan, contoh : gambar 3.1 berarti gambar pertama yang aga di bab III.

4. Penulisan Daftar Pustaka

- Ditulis berdasarkan urutan penunjukan referensi pada bagian pokok tulisan ilmiah.

- Ditulis menurut kutipan-kutipan

- Menggunakan nomor urut, jika tidak dituliskan secara alfabetik

- Nama pengarang asing ditulis dengan format : nama keluarga, nama depan.

Nama pengarang Indonesia ditulis normal, yaitu : nama depan + nama keluarga

- Gelar tidak perlu disebutkan.

- Setiap pustaka diketik dengan jarak satu spasi (rata kiri), tapi antara satu pustaka dengan pustaka lainnya diberi jarak dua spasi.

- Bila terdapat lebih dari tiga pengarang, cukup ditulis pengarang pertama saja dengan tambahan ‘et al’.

- Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan sebagai berikut :

Nama Pengarang, Judul karangan (digarisbawah / tebal / miring), Edisi, Nama Penerbit, Kota Penerbit, Tahun Penerbitan.

- Tahun terbit disarankan minimal tahun 2000

Contoh :

Buku :

[1].Date, C.J., An Introduction To Database Systems, 6th ed., Addison Willey Publishing Wesley Company, Inc., Reading Massachusetts, 2000.

Anonim :

[1].Anonim, Sistem Pemerintahan di Indonesia, cetakan pertama, PT. Gunung Agung, Jakarta 1983.

Majalah / Jurnal :

[1].Cattell R.G.G. and Skeen.J. “Object Operation Benchmark”. ACM Trans. Database Systems, 17, 1992, pp. 1 - 31.

(Jika ada, nama dan kota penerbit dapat dicantumkan di antara volume dan halaman, nama jurnal digarisbawah / tebal / miring).

Lebih dari tiga penulis :

[1] Stoica, I, et all., “A Proportional Share Resource Allocation Algorithm for Real-Time, Time-Shared Systems”, In Proceedings Real-Time Systems Symposium, IEEE Comp. Press, Desember, 1996, hlm. 288 - 299.

Artikel :

[1] N.L. Owsley, “Sonar array processing”, in Array Signal Processing, S. Haykin, Ed.,

Englewood Cliffs, NJ:Prentice_Hall, 1985, ch. 3,pp.115-193.

Internet :

[1] Galagher, P.R.Jr., “A guide to understanding audit in trusted system”,

http://www.radium.nesc.mil/library/rainbow/NCSC-TG-001-2.html,1 Juni 1988.

Atau

URL:http://www.radium.nesc.mil/library/rainbow/NCSC-TG-001-2.html

5. Pengutipan

Agar pengutipan menjadi sederhana, judul materi yang diacu tidak perlu diletakkan di bagian bawah pada halaman yang bersangkutan, melainkan cukup dengan memberikan nomor urut acuan dari daftar pustaka, sbb :

………………..(kutipan)………………… [3].à berarti kutipan diambil dari buku ke tiga dari daftar pustaka.

- Jika kutipan kurang atau sama dari tiga baris, bagian awal dan akhir kutipan diberi tanda kutip, spasi tetap biasa.

- Kutipan yang lebih panjang dari tiga baris tidak perlu diberi tanda kutip, tapi diketik dengan jarak satu spasi dengan indent yang lebih dalam 7 ketuk pada bagian kiri.

6. Format Pengetikan

- Menggunakan kertas ukuran A4.

- Margin Atas : 4 cm Bawah : 3 cm

Kiri : 4 cm Kanan : 3 cm

- Jarak spasi : 1,5 (khusus ABSTRAKSI hanya 1 spasi)

- Jenis huruf (Font) : Times New Roman.

- Ukuran / variasi huruf : Judul Bab 14 / Tebal + Huruf Besar

Isi 12 / Normal

Subbab 12 / Tebal

7. Hasil Penulisan / Kerja Praktek :

- Diseminarkan dengan membawa ringkasan yang sudah ditransparansikan

- Dijilid berbentuk buku dengan jumlah halaman paling sedikit 12 (dua belas) halaman tidak termasuk cover, halaman judul, daftar isi, kata pengantar dan daftar pustaka

- Diketik dengan menggunakan antara lain : Word Processor, Open Office, LaTeX, dsb.

- Dicetak dengan printer (dianjurkan dengan LASER PRINTER)

8. Ketentuan Isi Disket Untuk PI yang diserahkan ke Perpustakaan

  1. Untuk angkatan yang Lulus sidang tahun 2003 keatas DAN untuk semua angkatan yang telah sidang, menyerahkannya tahun 2003 seterusnya, file yang diserahkan harus dalam format PDF (*.PDF), bukan file dari pengolah kata (*.DOC).
  2. Susunan Isi File Penulisan terdiri dari :

1. COVER

2. LEMBAR PENGESAHAN file boleh terpisah atau boleh dalam 1 file

3. KATA PENGANTAR

4. BAB file harus terpisah untuk setiap Bab. (1file untuk setiap Bab)

5
ABSTRAKSI

6 DAFTAR ISI atau

DAFTAR TABEL atau

DAFTAR GAMBAR atau File harus terpisah

7. DAFTAR PUSTAKA

8. LAMPIRAN atau

LISTING PROGRAM

  1. Ketentuan Untuk HARD COVER .

Di punggung Hard Cover diberi/dituliskan :

- Judul PI

- NPM

- Nama Mahasiswa

- Tahun Penulisan


Tugas Bahasa Indonesia 1

Berbahasa Indonesia secara baik dan benar adalah sesuai dengan sasaran kepada siapa bahasa tersebut disampaikan dengan unsur (umur, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita) dan dari aspek kaidah, yaitu peraturan bahasa (tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan).

Jadi jika kita berbahasa benar belum tentu baik untuk mencapai sasarannya, begitu juga sebaliknya, jika kita berbahasa baik belum tentu harus benar, kata benar dalam hal ini mengacu kepada bahasa baku.

Contoh :

jika kita melarang seorang anak kecil naik ke atas meja, “Hayo adek, nggak boleh naik meja, nanti jatuh!” Akan terdengar lucu jika kita menggunakan bahasa baku, “Adik tidak boleh naik ke atas meja, karena nanti engkau bisa jatuh!”

Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini. "Berapakah pak mau menjual ember ini?" (berapa nih pak, embernya?)

Jika kuta ingin menaiki alat transportasi becak akan terasa kaku jika kita menggunakan bahasa yang baik dan benar. "Apakah Bang becak bersedia mengantar saya ke pasar Minggu dan berapa ongkosnya?" (ke pasar Minggu berapa harganya, Bang?)

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu.

Karena itu, anjuran agar kita "berbahasa Indonesia dengan baik dan benar" dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan "bahasa Indonesia yang baik dan benar" mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.Untuk itu ada baiknya kita tetap harus selalu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, yang berarti “pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebaliknya mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran”.

Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama. Bahasa mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. (GorysKeraf, 1997 : 4). Pada saa kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Sehingga kita sering mendengarkan istilah“ BahasaKomunikatif”.

Misalnya: Kata Makro hanya dapat dipahami oleh golongan masyarakat tertentu, Besar atau luas mudah dipahami oleh semua lapisan masyarakat.